fbpx

Relevansi kontemporer akuntansi

Relevance Lost (Kaplan et al 1991)

Terjadi stagnansi inovasi teknik akuntansi manajemen sejak tahun 1925 seperti prediksi penjualan; analisis variance; penganggaran kas, pendapatan dan aset, penganggaran flexibel; transfer pricing; akuntansi biaya terhadap tenaga kerja, material dan overhead. Akuntan Manajemen menjadi tidak reaktif terhadap perkembangan teknologi informasi, semakin kompleksnya persaingan bisnis.

Perkembangan Teknologi Informasi juga menyebabkan teknik akuntansi manajemen terjebak pada aktor non-akuntan. Newell et al. (1998) menemukan bahwa konsultan  dan penjual software menciptakan tren / fashion terhadap kelebihan yang ditawarkan oleh Business Process Engginering sebagai solusi paket, sehingga alasan adopsi cenderung disebabkan alasan politis (untuk menyenangkan para stakeholder, upaya untuk meningkatkan kompensasi manajemen atau sebagai alat propaganda terhadap reputasi organisasi) bukan karena alasan ekonomis (kinerja organisasi).

Granuld (2009) menyatakan bahwa inovasi dalam teknologi informasi cenderung menjadikan praktek akuntansi manajemen cenderung terstandardisasi, terrutinitas oleh produk teknologi yang dijalankan oleh organisasi. Padahal ada perbedaan spesifik antar tiap organisasi yang cenderung lebih dipahami oleh para akuntan manajemen di organisasi tersebut dibandingkan dengan agen pembuat perangkat lunak tersebut. Para akuntan manajemen cenderung taken granted atas ‘solusi paket’ yang disediakan oleh produk perangkat lunak. Hal ini selaras dengan teori kontingensi bahwa tidak ada pendekatan sistem informasi yang universal pada setiap organisasi (Emmanuel et al, 1990). Aspek-aspek tersebut diantaranya organisational size (Khandwalla, 1972; Bruns, Waterhouse, 1975; Merchant 1981), technology (Khandwalla, 1977; Merchant, 1984; Dunk, 1992), and companies’ strategies/model bisnis.

Joan Woodward (1958)

  1. Technology
  2. Supplier and distributor
  3. Consumer interest groups
  4. Customer and competitor
  5. Goverment
  6. Unions

Berbagai penjelasan diatas menjadikan informasi yang dihasilkan oleh para akuntan manajemen menjadi kehilangan relevansi, Kaplan et al (1991) mengistilahkan ini dengan ‘Relevance Lost’. Akuntan manajemen yang memiliki perspektif bahwa sumber informasi yang diperlukan oleh akuntan manajemen cenderung terpaku pada informasi keuangan akan terkendala oleh waktu dalam pemrosesan informasi tersebut. Informasi keuangan cenderung informasi yang dihasilkan dari proses-proses / peristiwa yang bersifat mixed dan merupakan informasi ‘masak’ dari proses sebelumnya. Hal ini memerlukan proses dalam pengorganisasian informasi menjadi informasi yang terstruktur dalam kerangka informasi keuangan.

Akuntan manajemen butuh pendekatan baru dalam menerapkan teknik2 tersebut. Kaplan et al (1991) dan Burns (1996) menyatakan bahwa akuntan manajemen mesti mempertimbangkan informasi-informasi non-keuangan sebagai sumber informasi dalam merumuskan formulasi keputusan strategis manajemen, hal ini misalnya ditunjang TI yang memfasilitasi aksesibilitas terhadap data mentah (raw data) terhadap peristiwa2 yang terjadi di organisasi. TI menjadikan perancangan akan rencana strategis melalui pertemuan periodik para manajemen, namun mampu mengintegrasikan input keputusan melalui dashboard ditiap lini manajemen.

Dalam implementasinya Kaplan menggagas konsep Balance Scorecard sebagai salah satu inovasi teknik akuntansi manajemen. Joseph et al (2005) menjelaskan bahwa dalam alur pengembangan sistem (SDLC – System Development Life Cycle) dimana tahap akhirnya adalah sistem yang telah dibangun harus mampu memfasilitasi pihak managerial dalam merancang keputusan strategis maka secara logis pihak manajemen mesti berperan aktif dalam proses perancangan / desain database sehingga tidak terjadi miskomunikasi teknis antara sistem dan kebutuhan manajerial. Ibrahim dan Liu (1999) menawarkan teknik pencarian heuristik (heuristic search) sebagai salah satu teknik dalam memetakan kinerja divisional.

Berbagai perkembangan ini turut berperan direvisinya definisi akuntansi manajemen oleh institut akuntansi manajemen dari :

…the process of identification, measurement, accumulation, analysis, preparation, interpretation, and communication of financial information used by management to plan, evaluate, and control an organization and to assure appropriate use of and accountability for its resources (National Association of Accountants issued its first SMA in 1981).

The Institute of Management Accounting kemudian merevisi definisi akuntansi manajemen (2008) menjadi :

Management accounting is a profession that involves partnering in management

decision making, devisingplanning and performance management systems, and providing expertise in financial reporting and control to assist management in the formulation and implementation of an organization’s strategy.

Definisi Aset dalam akuntansi

Aset dalam perspektif akuntansi keuangan cenderung mengacu pada aturan GAAP / IFRS / standar akuntansi yang berlaku. Secara teoritis aset dalam akuntansi keuangan memiliki setidaknya tiga definisi :

  1. Salah satu akun yang berada di neraca dan yang akan dilaporkan pada periode pelaporan
  2. Sumber daya ekonomi organisasi yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
  3. Manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi masa lalu atau peristiwa.

Dalam perspektif akuntansi manajemen, definisi aset tidak memiliki batasan secara khusus. Akuntan manajemen bisa saja mendefinisikan aset dengan penekanan pada objek berwujud atau menekankan pada objek tidak berwujud. Definisi ini juga dapat diacu pada objek yang memberikan kontribusi terhadap tujuan organisasi atau bahkan dapat merujuk pada definisi aset pada poin ke 3.

Asumsi

  • Pengguna Mahir
  • Sistem bukan mandatory
  • Sistem memfasilitasi media yang kaya
  • Adanya friksi atas privasi, atas data pribadi bagi pemilik merupakan data yang mesti dijaga bagi penyedia layanan data pribadi pengguna digunakan sebagai aset potensial analisis bisnis.

Influencing contingencies on Management accounting practices in Estonian manufacturing companies Toomas Haldma1, Kertu Lääts2 Tartu 2002


Kontribusi terhadap akuntansi

Salah satu kriteria kontribusi penelitian akuntansi menempatkan peran akuntansi dalam proses kajian penelitian. Peran tersebut baik berupa fungsi, personil akuntansi, proses akuntansi, para pengguna laporan akuntansi dan pihak yang berkepentingan terhadap akuntansi itu sendiri.

Caglio (2003) mempopulerkan istilah hybridization atas peran akuntansi. Beliau menyatakan bahwa saat ini terjadi fenomena / tren akibat dari perkembangan teknologi informasi dimana akuntan tidak menjadi sentral dalam menjalankan fungsi akuntansi,  pihak non-akuntan dapat menjalankan fungsi dari akuntan tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Granlund (2009) dalam kasus penerapan ERP dalam organisasi. Proses rutin akuntansi saat ini telah digantikan bukan hanya oleh pihak non-akuntan bahkan oleh perancang sistem informasi itu sendiri. Misalnya adanya alogaritma pencatatan transaksi secara otomatis baik oleh konsumen, supplier maupun pihak distributor.

Hal ini menunjukkan bahwa pengertian personil akuntansi dan peran akuntansi itu sendiri menjadi begitu luas sebagai dampak dari perkembangan teknologi.

Teknologi Informasi juga menyebabkan fungsi manajemen akuntansi menjadi lebih luas, hal ini seperti yang dipaparkan oleh Joseph (2005). Beliau menjelaskan bahwa dalam alur pengembangan sistem (SDLC – System Development Life Cycle) dimana tahap akhirnya adalah sistem yang telah dibangun harus mampu memfasilitasi pihak managerial dalam merancang keputusan strategis maka secara logis pihak manajemen mesti berperan aktif dalam proses perancangan / desain database sehingga tidak terjadi miskomunikasi teknis antara sistem dan kebutuhan manajerial.  Misalnya dalam literatur disebutkan bahwa salah satu teknik dalam perancangan database yakni dengan menggunakan metode Database Management System (DBMS). Namun pada prakteknya ada kendala apabila database yang digunakan mengacu pada metode ini. DBMS menyebabkan cost pengembangan sistem akan cenderung besar. Hal ini disebabkan skema database cenderung rigit dan kaku karena dibatasi pada rancangan skema tabel. Padahal saat ini sangat banyak metode dalam perancangan Database misalnya dengan menerapkan document-based (MonggoDB), yang tidak mengenal relasi antar tabel.

Dengan acuan penjelasan logis Joseph (2005) ini informasi yang dihasilkan dari alur sistem akan mampu membantu mengoptimalkan teknik dari manajemen akuntansi itu sendiri. Seperti yang diketahui bahwa beberapa teknik cost control, sales analysis, profit analysis dapat diterapkan dengan menerapkan data mining pada setiap data yang terekam pada setiap peristiwa bukan hanya peristiwa yang bersifat transaksional ataupun keuangan namun juga peristiwa non keuangan. Kasus Walmart (Hays 2004) misalnya yang melakukan proses identifikasi pattern perilaku dari para konsumennya pasca terjadinya badai Florida. Peristiwa badai dianggap sebagai salah satu peluang yang dapat meningkatkan kunjungan para konsumennya di gerai tersebut, pertanyaannya adalah apa yang mesti disiapkan oleh pihak Walmart sendiri dalam menyiapkan ‘badai pembeli’ ini. Bukannya menyediakan ratusan senter atau tools pendukung pasca badai, namun pihak analis memanfaatkan triliunan byte data sebagai sumber informasi / knowledge dalam memprediksi produk potensial atas lonjakan pembeli. Data mining menghasilkan informasi bahwa produk tertentu yang berpotensi besar meningkatnya lonjakan permintaan. Hasil data mining ternyata akurat sehingga bukannya bencana yang diperoleh oleh Walmart pasca badai namun melambungnya laba yang diperoleh sebagai hasil dari analisis data mining tersebut.

Kasus ini menjadi contoh bahwa teknik maupun peran manajemen akuntan tidak hanya berhubungan dengan teknik konvensional yang telah populer diterapkan. Kemampuan dalam analisis data menjadi suatu tuntutan dalam persaingan bisnis yang semakin kompleks.

Data dapat dipandang sebagai sumber informasi / knowledge  bagi organisasi sebagai landasan pembuatan keputusan yang tepat guna dan efisien. Data pribadi para konsumen merupakan salah satu sumber knowledge  yang berharga bagi internal organisasi maupun bagi organisasi eksternal yang berkepentingan.  Hal ini menyebabkan organisasi turut merancang sistem yang memungkinkan mengalirnya arus data pribadi dari para pengguna jasanya ke database yang dikendalikan oleh entitas organisasi tersebut. Namun pada kenyataannya tidak mudah untuk memperoleh data pribadi dari pengguna layanan situs online tersebut. Adanya perbedaan sudut pandang antara pengguna layanan dengan penyedia layanan menjadikan munculnya friksi kepentingan antara kedua belah pihak. Bagi para pengguna data pribadi merupakan aset berharga yang mesti dijaga karena merupakan identitas pribadi yang digunakan dalam berbagai kepentingan, namun bagi penyedia layanan data pribadi merupakan sumber pengetahuan yang dapat dieksploitasi guna meningkatkan efektivitas berbagai keputusan bisnis yang strategis.

Friksi kepentingan ini menyebabkan munculnya persaingan, upaya dan kompetisi yang dilakukan dalam pemerolehan data pribadi tersebut, salah satunya diterapkan oleh banyak situs jejaring sosial yang menawarkan berbagai diferensiasi fitur layanan. Misalnya google menawarkan integrasi antar layanan yang dimilikinya baik melalui perangkat keras Android, layanan youtube, penyimpanan awan (cloud drive),  blogging, surel dan layanan lainnya. Salah satu jejaring yang paling banyak pengguna adalah Facebook.com.  Facebook.com merupakan situs yang berfokus pada layanan jejaring sosial online. Walaupun strategi yang dijalankan oleh Facebook.com cenderung hanya pada layanan jejaring sosial namun Facebook.com sukses menjadi situs yang terbesar yang dipergunakan oleh para penggunanya (Alexa.com 2014). Peringkat pertama sebagai situs jejaring sosial dapat dijadikan alasan bahwa saat ini market leader dalam perang persaingan kepercayaan pengguna situs jejaring sosial  adalah Facebook.com. Hal ini dikuatkan dengan adanya pernyataan di tahun 2013 dimana Facebook mengumumkan diri sebagai data broker yang bertujuan meningkatkan efektivitas keputusan strategis para partnernya dengan mengoptimalkan data yang dimiliki oleh Facebook.com.  Kasus  ini memunculkan pertanyaan apa yang menyebabkan individu berkenan memberikan data pribadinya dalam interaksinya di situs jejaring sosial terkhusus situs Facebook ?

Management accounting is the process of identification, measuring, accumulation, analysis, interpretation,and communicating financial information to internal parties in order to make decisions capable of achieving organization’s goals. (Charles T. Horngren,2010)

Management accounting is a profession that involves partnering in management decision making, devising planning and performance management systems, and providing expertise in financial reporting and control to assist management in the formulation and implementation of an organization’s strategy (Institute of Management Accountants 2008).

Burn (1996) menegaskan bahwa sumber informasi yang diperlukan Manajer akuntansi bukan hanya berasal dari informasi keuangan, perkembangan teknologi memungkinkan informasi non-keuangan memiliki kontribusi besar dalam memformulasikan strategi organisasi.

Data pribadi misalnya disamping akuntan manajemen yang menjadikan tingkat pendapatan (income) sebagai dasar segmentasi konsumen, namun pada kasus tertentu hal ini tidak diberikan atau tidak tersedia dalam database, juga dapat menggunakan data pekerjaan, tingkat pendidikan, bahkan tempat sekolah anaknya untuk memprediksi tingkat pendapatan

The gap between the theoretical and practical (gap between theory and practice), and there has been a tendency to change management accounting research, focusing on the interpretation and explanation of practice more than a trend to develop complex models.

The idea of the balanced scorecard originated in the experience of an executive who was frustrated by his company’s exclusive use of accounting data to measure performance and make decisions. Rather than relying on analysis of margins and ratios alone, he believed that his company needed to consider customer satisfaction metrics such as fulfillment ratios and measures of production quality.

Thus, accountants add little incremental value to organizations in this regard anymore. Rather, an accountant’s worth is now reflected in higher-order critical-thinking skills, such as designing business processes, developing e-business models, providing independent assurance, and integrating strategic knowledge (Hunton, 2002).

In strategic management accounting, the attention is directed towards the long-term perspective, where non-financial information provides leading indicators of future business financial performance, and information on external operating environment, i.e. markets and competitors (see e.g. Bhimani and Keshtvarz, 1999;Guilding et al., 2000).


Daftar pustaka

By CONSTANCE L. HAYS ‘What Wal-Mart Knows About Customers’ Habits Published: November 14, 2004 http://www.nytimes.com/2004/11/14/business/yourmoney/14wal.html?_